Selasa, 25 Januari 2011

Seminar Audit Energi dan Penciptaan Energi

Pada tanggal 17 Februari 2011, PT.Tridinamika Jaya Instrument bekerja sama dengan BPPT (Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi - The Agency For the Assessment and Application Technology) menyelenggarakan event Customer Gathering ke III. Event tersebut meliputi Pameran alat ukur energi, Seminar management enegi serta penciptaan energi dari sampah dan biogas serta di akhiri dengan pembagian doorprize berupa blackberry smartphone
Dalam acara tersebut, kami menghadirkan nara sumber yang berkompeten di bidangnya yaitu :
  1. Mr.Cipto Utomo S.T dari Engineering Department PT.TRIDINAMIKA JAYA INSTRUMENT sebagai ahli dibidang pengukuran serta maintenance energi.
  2. Bapak Teguh Sulistyo dari sistem reaktor BATAN
  3. Dipl.Ing. Ir. H.B Henky Susanto sebagai konsultan sekaligus pakar dalam desain TPA modern dari BPPT
  4. Mr. Tony Trocian dari Geotech Instrument U.K sebagai perwakilan dari produsen peralatan landfill gas analyzer
Bertempat di gedung BPPT 1 lantai 9 Jl. M.H.Thamrin Jakarta, seminar dihadiri lebih dari 80 audiens yang berasal dari berbagai instansi pemerintah seperti departemen ESDM,Lingkungan Hisup, BPPT, Bappeda, Dinas Kebersihan dan Tata Kota, Dinas Pertamanan, Dinas Perhubungan, Jasa Marga dsb. Seminar ini bertujuan untuk :
  1. Memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya kepedulian terhadap masalah lingkungan.         
  2. Mengajak pihak-pihak terkait untuk bekerja sama dan memberikan kontribusi nyata terhadap masalah lingkungan.
  3. Mengenalkan sumber energi alternatif yang berasal dari sampah.
  4. Mengenalkan teknologi pengolahan sampah agar pihak-pihak yang berkompeten dapat ikut andil sesuai porsinya masing-masing.
  5. Memberikan penjelasan mengenai UU no.18 Tahun 2008 yang membahas tentang pengelolaan sampah.
  6. Memberikan informasi kepada masyarakat perihal penghematan dan efisiensi energi
  7. Penjelasan tentang PP.70 Tahun 2009 tentang konservasi energi
  8. Menyadarkan masyarakat akan pentingnya menggunakan alat-alat listrik yang ramah lingkungan dalam rangka ikut menanggulangi masalah global warming. 
Registrasi Audiens


Audiens Customer Gathering III

Pada sesi 1, Mr. Cipto Utomo dari PT.Tidinamika Jaya Instrument menjelaskan tentang kontribusi ketidakefiesienan electrical equipment terhadap pemanasan global. Diikuti dengan penjelasan mengenai manfaat pengukuran energi serta alat-alat hemat energi. Beliau juga memberikan penjelasan mengenai tips-tips dalam memilih peralatan hemat energi seperti inverter dan LED lamp. Diakhir sesi ini, Bapak Teguh Sulistyo menegaskan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan dalam audit energi adalah pengukuran
Mr.Cipto menjelaskan pengukuran listrik

Setelah sesi pertama selesai, audiens dapat menyaksikan eksebisi (pameran) seputar teknologi pengukuran energi serta alat-alat yang hemat energi seperti LED street lamp. Khusus untuk LED lamp, audiens dapat membuktikan performa LED lamp 8 watt yang jauh mengungguli lampu TL 18 watt dari merek ternama sekalipun.


dengan menggunakan HIOKI Power Analyzer 3390


High Quality LED Street lamp yang telah teruji 1 tahun tanpa komplain.
(Uji kekuatan didepan kantor pemkot Semarang)

Lunch Time

Sesi II diisi oleh pakar-pakar yang sangat berkompeten di bidangnya yakni Bapak Ir.Henky Susanto dari BPPT Jakarta. Pak Henky menjelaskan tentang realita pengelolaan sampah di Indonesia, Komparasi dengan TPA di luar negeri, UU.No.18 Tahun 2008, Reusable Sanitary Lanfill, Penciptaan energi dari sampah dan biogas, peralatan yang dibutuhkan, Safety Fist dalam TPA, Keuntungan ekonomis hingga ke CDM (Clean Development Mechanism) Project termasuk Carbon Credit dsb.

Bapah Dipl.Ing Ir. H.B. Henky Susanto, dari BPPT

Menurut pak Henky, hampir sebagian besar TPA yang ada di Indonesia masih menggunakan teknologi generasi 1 atau Generasi Open Dumping. Sementara itu, berdasarkan UU.No.18 Tahun 2008, semua TPA open dumping yang ada di Indonesia harus ditutup atau direhabilitasi menjadi TPA Modern. Bila harus ditutup, maka TPA tidak boleh beroperasi dan harus diawasi selama 20 Tahun. 
TPA Open Dumping yang Khas Indonesia

Meski demikian, beberapa TPA modern di Indonesia seperti Bantar Gebang, Suwung dan Bangli sudah menerapkan sistem Close Dumping meski baru belum sepernuhnya mengadopsi teknologi RSL (baru bangli dan suwung sudah mengadopsi)

Kunjungan Kru Tridinamika Jaya Instrument
ke TPA Bantar Gebang yang sudah Close Dumping

TPA di Suwung Bali
Pembuatan TPA Close Dump RSL di Bangli dengan lapisan HDPE


TPA Suwung Bali Tampak atas 

Salah satu TPA yang dapat dikatakan sangat memenuhi standard UU.No.18 Tahun 2008 adalah TPA dengan Teknologi RSL (Reusable Sanitary Landfill) generasi ke 7. TPA tersebut di desain dengan mempertimbangkan aspek efisiensi, keterbatasan lahan, aspek lingkungan dan sebagainya. Kita boleh berbangga karena putra terbaik dari Indonesia lah yang telah mendesain teknologi RSL generasi 7 ini. Klik disini jika anda tertarik untuk melihat gambaran umum pengelelaan TPA untuk dijadikan sebagai pembangkit listrik.

RSL (Reusable Sanitary Landfill Generasi 7)

RSL (Reusable Sanitary Landfill Generasi 7)

Sesi ke 2 dilanjutkan dengan tanya jawab kepada Mr. Tony Trocian dari Geotech Instrument U.K. Menurut beliau, Indonesia adalah negara yang paling berpotensi dalam penciptaan energi yang berasal dari gas metana(CH4). Pertama, masih banyak TPA di Indonesia yang berpotensi untuk direhabilitasi menjadi RSL untuk di manfaatkan Gas Metan nya, kedua...biaya atau ongkos pembuangan sampah ke TPA di Indonesia masih sangat murah dibanding di eropa. Ketiga, Indonesia adalah salah satu negara terbesar penghasil CPO (Crude Palm Oil).Limbah dari CPO tidak boleh dibuang langsung kealam karena mengadung BOD dan COD yang tinggi. Limbah tersebut dapat ditampung dalam anaerobic digester sehingga menghasilkan biogas sebagai sumber energi. 

Mr.Tony Trocian (paling kanan) dari Geotech Instrument U.K

Mr.Tony Trocian (paling kanan) dari Geotech Instrument U.K

Mr. Cipto menjelaskan alat Gas Analyzer (geotech GA 2000 Plus)
yang wajib diperlukan dalam setiap projek TPA maupun Biogas Anaerobic Digester


Pak Ir.Henky berdiskusi dengan staff tridinamika 


Last event...adalah pembagian doorprize berupa smartphone blackberry dan beberapa alat ukur listrik HIOKI. Berikut adalah audiens yang mendapatkan doorprize tersebut :
  1. Ir. Bambang Mandala Putra MT, dari dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Jawa Tengah mendapatkan 1 unit Blackberry Curve
  2. Bpk. Efendi Manurung dari Ditjen Energi Baru Terbarukan & Konservasi Energi Kem. ESDM mendapatkan card hitester HIOKI 3244-50
  3. Bapak Burhansyah Pandji, SE dariSuku Dinas Kebersihan Jakarta Barat mendapatkan card hitester HIOKI 3244-50
  4. Ibu Ida Indrayani dari PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk mendapatkan CAT IV HIOKI Voltage Detector 3120
  5. Bapak Suharsono dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Prov Jawa Barat mendapatkan CAT IV HIOKI Voltage Detector 3120
Selamat kepada audiens yang beruntung, mudah-mudahan doorprize tersebut dapat Bapak dan Ibu manfaatkan sebagai sarana penunjang aktivitas management energi maupun kelestarian lingkungan.






Ir. Bambang Mandala Putra MT, dari dinas ESDM Prov. Jawa Tengah 
yang mendapatkan 1 unit Blackberry Curve


Audiens yang mendapatkan sertifikat seminar 


Together Everything More Achive

 



Sutradara

Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas partisipasi dan kehadirannya di event kami. Untuk materi seminar, kami akan upload ke official website PT.TRIDINAMIKA JAYA INSTRUMENT pada awal bulan Maret 2011. See You next 3 month 

Jumat, 21 Januari 2011

Pengertian True RMS


Berbeda dengan sinyal DC yang memiliki nilai aktual tetap, sinyal AC memiliki nilai aktual yang terus berubah secara periodik. Pengukuran sinyal AC dilakukan dengan mencari nilai ekuivalen DC nya, nilai ekuivalen tersebut dikenal dengan istilah nilai RMS atau nilai efektif. Dalam terminologi elektrik, nilai RMS AC akan ekuivalen dengan DC heating value nya.
Mayoritas alat ukur yang saat ini beredar dipasaran adalah alat ukur berteknologi MEAN (Averaging Rectified). Metode MEAN sangat populer digunakan karena memiliki prosedur kalkulasi yang lebih mudah dan ekonomis. Pada sinyal yang berbentuk sinus murni, nilai dari MEAN akan mirip dengan nilai RMS sehingga “dapat dikatakan” bernilai sama. Pada pengukuran sinyal sinus murni yang memiliki nilai puncak 1 V (gambar 1), terlihat bahwa nilai 0,6366 (MEAN) mendekati nilai 0,7071 (RMS). Alat ukur berbasis MEAN akan menampilkan nilai yang didapatkan dari hasil penghitungan MEAN yang kemudian dikalikan dengan bilangan 1,11. Nilai hasil perkalian inilah yang akan tampil pada display alat ukur.
(ada kesalahan penulisan, yang 0,6366 adalah E mean, bukan E rms)
Ketika signal tak lagi berbentuk sinus...  
Sebagian besar peralatan elektronik modern menggunakan sumber tegangan AC yang telah disearahkan. Beban ini sering dikenal dengan istilah beban non-linier. Beban non-linier memiliki karakteristik dimana sinyal arus yang ditarik dari jala-jala PLN tidak lagi proporsional terhadap sinyal sinus tegangan dan mengalami distorsi (gambar 2b), bandingkan dengan gambar 2a. Pada perkembangannya, ekspansi beban non linier telah merambah ke dunia industri seiring dengan maraknya penggunaan inverter dan switching power supply. Bentuk sinyal output dari inverter pun tak lagi berbentuk sinus, melainkan berupa rangkaian sinyal square seperti gambar 2c. Dengan kondisi tersebut, proses trouble shooting akan menghadapi masalah bila kita tidak menggunakan alat ukur yang tepat. Kesalahan dalam pemilihan alat ukur dapat mengakibatkan ketidakakuratan hasil pengukuran. Untuk itulah diperlukan alat ukur yang mampu membaca nilai RMS pada semua kondisi sinyal tanpa terkecuali.


Masih relevankah MEAN dengan RMS untuk kondisi kelistrikan sekarang....?
Alat ukur berbasis MEAN dirancang untuk menghitung nilai pendekatan terhadap nilai RMS pada beban-beban linier seperti motor induksi, heater dan lampu pijar. Beban linier akan memiliki pola arus yang berbentuk sinus sehingga hasil pembacaan alat ukur akan mendekati nilai RMS sinyal. Namun, metode MEAN tidak akan akurat bila diaplikasikan pada beban-beban non linier, mengapa? Jawabannya sederhana, beban non linier memiliki pola gelombang arus yang tak lagi berbentuk sinus. Bila beban non linier di ukur dengan alat ukur berteknologi MEAN, maka hasil pembacaan akan jauh lebih kecil. Beberapa sumber menyatakan bahwa penyimpangan nilai yang terbaca dapat mencapai hingga 40% lebih rendah daripada nilai RMS yang sebenarnya.

Kenapa harus terbaca dalam RMS ?
Komponen-komponen dalam sistem elektrik seperti fuse, circuit breaker, bus bar dan sebagainya diratifikasi dalam arus RMS. Ratifikasi tersebut berhubungan dengan aspek daya tahan terutama terhadap disipasi panas. Misalnya, kita akan melakukan pengecekan overloading pada jalur elektrik. Maka kita harus mengetahui terlebih dahulu berapa nilai rms arus yang mengalir pada jalur tersebut. Hasil pengukuran kemudian kita bandingkan dengan nilai ratifikasi (rated value) yang biasanya tertera pada label. Bila ternyata arus yang mengalir terdeteksi lebih besar dari batas ratifikasi, maka dapat disimpulkan jalur tersebut overload. Proses pembandingan ini tidak akan menjadi masalah bila saat melakukan pengukuran, kita menggunakan clamp berfitur true rms. Clamp true rms memiliki kemampuan dalam melakukan kalkulasi heating value sesuai formula rms. Artinya, seperti apapun bentuk sinyal arus tidak akan mempengaruhi pembacaan nilai rms. Tapi pengukuran akan menimbulkan masalah baru jika kita melakukannya dengan menggunakan alat ukur berbasis MEAN. Alat ukur berteknologi MEAN akan memberikan nilai pembacaan dengan margin error hingga mencapai 40 % lebih rendah, tergantung dari jenis sinyalnya. Dapat kita bayangkan bila sebuah bus bar dengan batas ratifikasi 1000 A rms dialiri arus yang terdistorsi dan terdeteksi oleh clamp MEAN dengan nilai 800 A. Maka nilai rms arus sebenarnya mengalir pada bus bar tersebut dapat mencapai diatas1000A.



Artikel dikutip dari : www.tridinamika.co.id (official website PT.TRIDINAMIKA JAYA INSTRUMENT)

Rabu, 19 Januari 2011

Pengertian Kategori (CAT) pada alat ukur

Standardisasi Alat Ukur Listrik (IEC 61010)
IEC 61010 adalah standarisasi terbaru yang menekankan aspek safety pada alat ukur tegangan rendah (<1000V). IEC 61010 menggantikan standarisasi terdahulu yakni IEC 348. Pada perkembangannya, standarisasi  IEC 61010 digunakan sebangai acuan dari berbagai lembaga standarisasi seperti EN61010-1, ANSI/ISA-S82.01-94 dan CAN C22.2 No. 1010.1-92. Beberapa konsep safety yang tawarkan oleh IEC 61010 berkaitan erat dengan proteksi bahaya transient. Salah satu standarisasi yang di tekankan adalah penggunaan konsep kategori (CAT) pada area pengukuran. IEC 61010 membagi area transient menjadi 4 lokasi yakni CAT I, CAT II, CAT III dan CAT IV. Daerah CAT I adalah daerah yang paling aman terhadap bahaya transient sementara daerah CAT IV adalah daerah paling berbahaya (paling beresiko terkena transient). Sedangkan dari segi impedansi, daerah CAT I memiliki impedansi yang paling besar dan CAT IV adalah yang terkecil. Pencantuman kategori pada alat ukur selalu diiukuti dengan voltage ratingnya. Misalnya CAT II 1000V atau CAT III 600V. Berikut adalah tabel yang menyatakan besarnya tegangan impuls yang diujikan.


Transient adalah fenomena naiknya peak tegangan hingga ribuan volt dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Beberapa penyebab dari munculnya fenomena transient adalah sambaran petir pada jalur distribusi listrik.
Kilatan petir yang berkekuatan jutaan volt akan menginduksi kabel distribusi dan memicu terjadinya transient tegangan (terlihat seperti pada gambar 1). Bila tegangan transient dilewatkan pada beban (kabel listrik), maka akan mengakibatkan terjadinya lonjakan arus secara spontan dari 500 A hingga 20.000 A. Jika fenomena ini terjadi pada saat kita sedang melakukan pengukuran listrik, maka arus transient akan ikut  mengalir pada kedua probe multimeter. Dalam kondisi seperti ini, biasanya secara spontan kita akan menarik test lead dari titik ukur.
Gambar1
Pada saat ujung test lead diangkat, terjadilah loncatan bunga api yang menimbulkan ledakan plasma yang dahsyat (gambar2). Ledakan plasma tersebut seperti bola api dan mampu menghasilkan panas hingga 6000 ° C. Fenomena ini dapat mengakibatkan resiko cedera parah hingga kematian.  
 Gambar 2

 
Pada alat ukur atau multimeter  yang  menitikberatkan aspek proteksi pada voltage rating, antisipasi terhadap fenomena bahaya transient tidak diperhitungkan dalam desain pembuatannya. Dengan demikian, besar kemungkinan multimeter tersebut tidak akan mampu menahan arus hingga ribuan amper, meskipun hanya dalam waktu yang singkat. Kedua test lead biasanya akan meleleh karena tidak mampu menahan panas. Sementara itu, kondisi multimeter secara keselurahan akan mengalami kerusakan sangat parah.

CAT II 1000V atau CAT III 600V ?
Bagian standarisasi IEC yang sering membuat kita bingung adalah rating tegangan yang dibubuhkan pada penamaan kategori.  Pemahaman kita mengatakan bahwa tegangan yang lebih besar mencerminkan tingkat safety yang lebih baik. Dengan kata lain, sebuah alat ukur yang tertera nilai kategori 1000V akan lebih aman dibandingkan 600V. Coba kita lihat pada tabel kategori IEC  (Tabel 1). Bandingkan antara CAT II 1000V dengan dengan CAT III 600V!.  Kedua kategori tersebut telah lolos test tegangan impuls sebesar 6 KV. Yang menjadi pertanyaan, lebih aman CAT II 1000V atau CAT III 600V?
Kedua kategori tersebut terlihat sama. Akan tetapi, jika suatu alat ukur telah dibubuhi tanda CAT III 600V maka alat tersebut telah lolos test dan mampu menahan arus hingga 6 kali lipat dari alat ukur CAT II 1000V. Mengapa? Karena pada kondisi riil, lokasi CAT III berada lebih dekat dengan sumber transient dibanding lokasi CAT II. Dengan demikian, lokasi CAT III akan memiliki impedansi yang yang jauh lebih kecil dibandingkan CAT II. Dalam pengujian impuls tegangan, meski keduanya di test dengan tegangan yang sama (6KV) namun uji CAT III menggunakan sumber tegangan yang ber impedansi output rendah (2 ohm). Bandingkan dengat CAT II 1000V  yang hanya 12 ohm. Sesuai dengan kaidah hukum ohm, maka batas threshold arus pada pengujian CAT III adalah 6 KV/2 ohm = 3000 A.  Berbeda dengan CAT II yang hanya 500A meskipun diberi tegangan impuls yang sama besar. Nah, jika anda menggunakan multimeter HIOKI, perhatikan list katogeri yang tercantum pada probe maupun alat ukur.

dikutip dari www.tridinamika.co.id (sole agent HIOKI Indonesia)